Teori Pembelajaran Kontekstual

sumber: https://hasan4050.wordpress.com/

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Teori belajar kontekstual banyak dipengaruhi oleh filsafat konstruktivisme. Asumsi penting dari konstruktivisme adalah situated cognition (kognisi yang ditempatkan). Konsep ini mengacu pada ide bahwa pemikiran selalu ditempatkan atau disituasikan dalam konteks sosial dan fisik, bukan dalam pikiran seseorang. Pengetahuan diletakkan dan dihubungkan dengan konteks dimana pengetahuan tersebut dikembangkan.

Pembelajaran kontekstual telah berkembang di negara-negara maju dengan sebutan yang berbeda. Di Negara Belanda disebut dengan istilah RME (Realistic Mathematics Education) yang menjelaskan bahwa pembelajaran Matematika harus dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari peserta didik. Di Amerika disebut dengan istilah CTL (Contextual Teaching and Learning) yang intinya membantu guru untuk mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata dan memotivasi peserta didik untuk mengaitkan pengetahuan yang dipelajarinya dengan kehidupan sehari-hari.[1]

Munculnya pembelajaran kontekstual dilatar belakangi oleh rendahnya mutu lulusan atau hasil pembelajaran yang ditandai dengan ketidakmampuan sebagian besar siswa dalam hal menghubungkan materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata. Pendidikan saat ini seolah memisahkan diri dari realitas sosial, sehingga berbagai problematika yang terjadi belum mendapatkan titik temu penyelesaian. Oleh karena itu, perlu pembelajaran yang mapu mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan dunia nyata siswa, salah satunya melalui penerapan teori pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning).

Dalam pembelajaran kontekstual, belajar bukanlah menghafal, tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan sesuai dengan pengalaman yang dimilki oleh peserta didik. Karena itulah, semakin banyak pengalaman, semakin banyak pula pengetahuan yang akan diperoleh. Pengetahuan yang dimiliki tersebut diharapkan akan berpengaruh terhadap pola-pola perilaku, seperti pola berpikir, pola bertindak serta kemampuan memecahkan persoalan.

Maka dari itu, pembelajaran kontektual mengarahkan peserta didik pada proses pemecahan masalah. Sebab, kemampuan memecahkan masalah akan menjadikan peserta didik berkembang secara utuh baik dari segi intektual maupun mental dan emosionalnya.[2] Belajar kontekstual adalah belajar bagaimana peserta didik mengahadapi masalah. Belajar merupakan proses pengalaman sendiri yang berkembang secara bertahap dari yang sederhana menuju sesuatu yang kompleks.  Sehingga, pembelajaran kontekstual sangat berperan penting dalam rangka memperkenalkan peserta didik pada kehidupan sosial sekitarnya.

B.     Rumusan Masalah
1.  Apa definisi belajar kontekstual?
2.  Bagaimana ruang lingkup dan karakteristik belajar kontekstual?
3.  Apa saja fungsi dan tujuan belajar kontekstual?
4.  Bagaimana prosedur pembelajaran Kontekstual?
5.  Bagaimana aplikasi pembelajaran kontekstual dalam materi PAI?
6.  Apa saja kelebihan dan kelemahan teori belajar kontekstual?

C.     Tujuan Penulisan
1.  Untuk mengetahui definisi belajar kontekstual.
2.  Untuk mengetahui ruang lingkup dan karakteristik belajar kontekstual.
3.  Untuk mengetahui fungsi dan tujuan belajar kontekstual.
4.  Untuk mengetahui prosedur pembelajaran Kontekstual.
5.  Untuk mengetahui aplikasi pembelajaran kontekstual dalam materi PAI.
6.  Untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan teori belajar kontekstual.




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Belajar Kontekstual
Belajar merupakan proses perubahan perilaku tetap dari yang belum tahu menjadi tahu, dari yang tidak paham menjadi paham, dari yang kurang terampil menjadi lebih terampil dan dari kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru serta bermanfaat bagi masyarakat, lingkungan maupun individu itu sendiri.[3] Sedangkan pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu sistem atau proses membelajarkan peserta didik yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan dan dievaluasi secara sistematis agar peserta didik dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.[4]

Pada dasarnya pembelajaran dapat dipandang dari dua sudut, yaitu: Pertama, pembelajaran sebagai suatu sistem, yakni terdiri dari sejumplah komponen yang terorganisasi, seperti tujuan, materi, strategi / metode, media dan lain lain. Kedua, sebagai suatu proses yakni serangian upaya atau kegiatan guru dalam rangka membuat siswa belajar. Proses ini meliputi: persiapan, melaksanakan kegiatan pembelajaran dan menindaklanjuti pembelajaran.

Teori belajar kontekstual dikenal juga dengan sebutan CTL (Contextual Teaching and Learning). Pembelajaran kontekstual merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengaitkan materi tersebut terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan / keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan dari satu permasalahan ke permasalahan lainnya.[5]

Menurut Nurhadi yang dikutip oleh Rusman menyatakan bahwa pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.[6]

Selanjutnya Johnson sebagaimana yang dikutip oleh Kokom Komalasari mendefinisikan bahwa: contextual teaching and learning anables student to connect to content of academic subject with the immediate context of their daily lives to discover meaning. Hal ini berarti pembelajarn kontekstual memungkinkan siswa menghubungkan isi materi dengan konteks kehidupan sehari-hari untuk menemukan makna.[7]

Agus Suprijono memberikan definisi pembelajaran kontekstual sebagai pembelajaran autentik (real world learning) dalam arti bukan artifisial, pembelajaran aktif, pembelajaran yang mengembangkan level kognitif tingkat tinggi, pembelajaran yang memusatkan pada proses dan hasil dan pembelajaran distribusi.[8] Dalam proses pembelajaran kontekstual, setiap guru perlu memahami tipe belajar siswa, sehingga guru bisa menyesuaikan gaya mengajar terhadap gaya belajar.[9] Hal ini jelas berbeda dengan pembelajaran konvensional yakni proses pembelajaran sebagai proses pemaksaan kehendak.

Berdasarkan beberapa definisi tersebut, maka dapat penulis simpulkan bahwa pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat maupun warga negara sebagai bekal untuk memecahkan masalah serta untuk menemukan makna materi pelajaran bagi kehidupannya.

B.     Ruang Lingkup dan Karakteristik Belajar Kontekstual
Ruang lingkup dalam pembelajaran kontekstual ialah mengkontekstualisasikan / merealisasikan materi pelajaran yang disampaikan di kelas dengan kehidupan nyata siswa.  Sehingga antara materi dengan realitas sosial menjadi satu kesatuan yang sejatinya saling berhubungan. Maka, pendekatan pembelajaran dalam hal ini ialah Student Center Approach.

Sedangkan mengenai karakteristik dari pembelajaran kontekstual, Aris Shoimin menyatakan bahwa karakteristik pembelajaran kontekstual (CTL) ialah sebagai berikut:
1.       Keja sama
2.       Saling menunjang
3.       Menyenangkan, tidak mebosankan
4.       Belajar dengan bergairah
5.       Pembelajaran terintegrasi
6.       Menggunakan berbagai sumber
7.       Siswa aktif
8.       Sharing dengan teman
9.       Siswa kritis guru kreatif
10.  Dinding kelas penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain.
11.  Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor, melainkan hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa dan lain-lain.[10]

C.     Fungsi dan Tujuan Belajar Kontekstual
Dalam pembelajaran kontekstual, tugas guru adalah mengarahkan atau memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar yang memadai. Mulyasa yang menyatakan bahwa guru bukan hanya menyampaikan materi pembelajaran yang berupa hapalan, tetapi mengatur lingkungan dan strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik belajar.[11]

Sementara pembelajaran kontekstual memiliki fungsi sebagai strategi atau metode pembelajaran yang komplek, karena dalam pelaksanaannya memerlukan kompetensi seorang guru yang benar-benar mumpuni dalam menerapkannya. Sedangkan tujuannya yaitu agar proses pembelajaran lebih produktif dan bermakna.[12] Melalui pembelajaran kontekstual, siswa melakukan proses belajar dan mengembangkan kemampuannya secara mandiri. Penemuan makna merupakan tujuan dan cirri utama pembelajaran kontekstual. Makna sering diartikan sebagai arti penting dari sesuatu atau maksud dari apa yang diterima.

D.    Prosedur Belajar Kontekstual
Prosedur pembelajaran kontekstual merupakan langkah-langkah praktis atau strategi yang harus dilalui dalam proses belajar mengajar agar mencapai suatu tujuan yang diinginkan. Secara sederhana, strategi adalah suatu upaya yang dilakukan oleh seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan.[13] Pada dasarnya, langkah-langkan yang yang harus ditempuh oleh guru dalam melaksanakan pembelajaran berbasis kontekstual agar tujuan untuk mencapai kompetensi dapat terwujud ialah sebagai berikut:

1.  Pendahuluan
a.  Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai  serta manfaat dari proses pembelajaran serta pentingnya materi pelajaran yang akan dipelajari.
b.  Guru menjelaskan prosedur pembelajaran kontekstual.
c.   Guru melakukan tanya jawab sekitar tugas yang harus dikerjakan oleh setiap siswa.
2.  Inti penutup
Siswa didampingi oleh guru melakukan proses pembelajaran, tugas guru hanya sebagai fasilitator yakni mendampingi siswa dalam pemecahan masalah.
3.  Penutup
Siswa menyimpulkan materi pelajaran yang telah dipelajari pada satu pertemuan serta untuk lebih memantapkan hasil pengetahuan yang didapat guru memberikan tugas lanjutan kepada semua siswa.[14]

Aris Shoimin memberikan prosedur atau langkah-langkah yang cukup detail pembelajaran kontekstual (CTL), yaitu: kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan akhir, hal tersebut dapat diperinci sebagai berikut:

1.  Kegiatan awal
a.  Guru menyiapkan siswa secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran.
b.  Apresiasi sebagai penggalian pengetahuan awal siswa terhadap materi yang akan diajarkan.
c.   Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan pokok-pokok materi yang akan dipelajari.
d. Penjelasan tentang pembagian kelompok dan cara belajar.

2.  Kegiatan inti
a.  Siswa bekerja dalam kelompok menyelesaikan permasalahan yang diajukan guru.
b.  Siswa wakil kelompok mempresentasikan hasil penyelesaian dan alasan atas jawaban permasalahan yang diajukan guru.
c.   Siswa wakil kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompok dan kelompok lain menanggapi hasil kerja kelompok yang mendapat tugas.
d. Melalui tanya jawab, guru dan siswa membahas cara penyelesaian masalah yang tepat.
e.   Guru mengadakan refleksi dengan menanyakan kepada siswa tentang hal-hal yang dirasakan siswa.

3.  Kegiatan akhir
a.  Guru dan siswa membuat kesimpulan tentang masalah yang dibahas.
b.  Siswa mengerjakan lembar siswa
c.   Siswa menukarkan lembar tugas satu dengan yang lain. [15]

E.      Aplikasi Pembelajaran Kontekstual dalam Materi PAI
Pengembangan materi merupakan salah satu komponen penting dalam pembelajaran. Pendekatan kontekstual menghendaki materi pembelajaran tidak semata-mata dikembangkan dari buku teks, tetapi dikembangkan dari konteks lingkungan kehidupan siswa sehari-hari. Sedangkan aplikasi pembelajaran kontekstual dalam dunia pendidikan khususnya pada materi Pendidikan Agama Islam (PAI), tidak terlepas dari komponen-komponen yang mendasari teori belajar kontekstual, yaitu:

1.  Konstruktivisme (constructivism)
2.  Bertanya (questioning)
3.  Menemukan (inquiry)
4.  Masyarakat belajar (learning community)
5.  Pemodelan (modeling)
6.  Refleksi (reflection)
7.  Penilaian sebenarnya (authentic assessment)[16]

Penerapan teori belajar kontekstual dalam lembaga pendidikan cukup mudah dengan tetap mengacu pada tujuh komponen di atas yang dapat penulis uraikan langkah-langkah sistematisnya sebagai berikut: mengembangkan pikiran peserta didik bahwa ia akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri serta mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya, menerapkan inkuiri pada semua topik yang disampaikan, mengembangkan sifat ingin tahu dari peserta didik dengan bertanya, menciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok), menghadirkan model sebagai contoh pemeblajaran, melalkukan refleksi di akhir pertemuan serta melakukan penilaian secara autentik dengan berbagai cara.

Dalam pelaksanaannya, pembelajaran kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, pada kelas yang bagaimanapun keadaannya, serta pada materi apa saja termasuk di dalamnya mata pelajaran PAI. Maka dari itu, penulis ingin memberikan satu contoh materi PAI dengan menggunakan pendekatan kontekstual dalam proses pembelajarannya. Misalnya, materi ‘shalat’. Sesuai dengan tujuh komponen di atas, maka langkah pertama yang harus dilakukan oleh seorang guru ialah: seorang guru harus mengajak siswa untuk berpikir sendiri tentang ‘shalat’, sehingga ia mampu memberikan pemahaman pokok materi yang diajarkan.

Langkah kedua ialah mengajak siswa untuk mengetahui secara mendalam materi ‘shalat’ dengan bertanya sebagai salah satu wujud dari inkuiri. Langkah ketiga, untuk memperoleh pengetahuan tentang ‘shalat’, bisa juga dilakukan dengan membentuk kelompok-kelompok belajar, sehingga dengan begitu siswa bisa memperoleh pengetahuan lebih luas dengan adanya tukar pendapat dari individu-individu dalam kelompoknya. Langkah keempat ialah seorang guru hendaknya menunjuk salah satu siswa untuk memberikan contoh tata cara ‘shalat’ yang benar sebagaimana aturan dalam Islam.

Selanjutnya ialah refleksi yaitu respon terhadap kejadian atau pengetahuan baru yang diterimanya.[17] Penerapan dalam materi ‘shalat’ ialah seorang guru memberikan arahan tentang tata cara shalat yang benar agar shalat yang dilaksanakan memberikan fungsi bagi kehidupannya baik secara vertikal maupun horizontal. Namun sesuai prosedur sebelumnya, siswa memainkan peran penting dalam mencari sendiri pemahaman tentang shalat. Selain itu, guru juga mengajak siswa untuk berpikir ke belakang tentang apa yang dilakukannya di masa lalu. Hal ini dapat dipahami bahwa kesalahan-kesalahan siswa dalam melaksanakan shalat dapat dijadikan pelajaran agar tidak terulang kembali setelah mengetahui tata cara shalat yang benar dalam perpektif Islam.

Langkah terakhir ialah penilaian autentik yakni penilaian terhadap perkembangan belajar siswa. Penilaian ini tidak dilakukan diakhir periode seperti pada saat kegiatan evaluasi hasil belajar, tetapi dilakukan bersama secara integrasi dalam kegiatan pembelajaran. Sedangkan penilaian mengenai ‘shalat’ dapat dilakukan oleh guru dengan melihat secara nyata praktek shalat siswa  pada saat pembelajaran serta pada kehidupan sehari-harinya. Sehingga kemajuan belajar dalam teori ini dinilai dari proses bukan melalui hasil serta yang berhak menilai bukan hanya guru, tetapi bisa juga teman, keluarga ataupun orang lain.
Menurut Humaidi yang ditulis oleh Abdul Majid, ada beberapa hal yang harus diperhatikan para guru Pendidikan Agama Islam dalam mengimplementasikan pembelajaran kontekstual ialah sebagai berikut:

1.  Pembelajaran berbasis masalah
2.  Memanfaatkan lingkungan untuk memperoleh pengalaman belajar
3.  Lingkungan aktivitas kelompok
4.  Membuat aktivitas belajar mandiri
5.  Menyusun refleksi[18]

F.      Kelebihan dan Kelemahan Teori Belajar Kontekstual
Kelebihan pembelajaran kontekstual adalah sebagai berikut:
1.  Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Maksudnya, siswa mampu mengaitkan antara materi pelajaran dengan kehidupan nyata siswa. Sehingga materi yang diterima tidak hanya berupa pengetahuan, tetapi berlanjut pada penerapan.

2.  Pembelajaran lebih produktif  dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa, karena metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme yakni siswa diharapkan belajar dengan ‘mengalami’ bukan ‘menghapal’.

3.  Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi, tetapi tugas guru ilah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan pengetahuan dan keterampilan yang baru bagi siswa.

4.  Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan sendiri ide-ide serta mengajak siswa agar menyadari bahwasanya mereka menggunakan strategi-strategi mereka sendiri dalam belajar.[19]

Selain memiliki beberapa kelebihan yang cukup menarik untuk diterapkan, di sisi lain pembelajaran kontekstual juga memiliki kelemahan, yaitu: penerapan pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang kompleks dan sulit dilaksanakan dalam konteks pembelajaran. Selain itu, waktu yang dibutuhkan dalam proses pelaksanaan pembeljaran kontekstual relatif lama.[20]



BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat maupun warga negara sebagai bekal untuk memecahkan masalah serta untuk menemukan makna materi pelajaran bagi kehidupannya. Sedangkan karakteristik pembelajaran kontekstual diantaranya ialah: kerja sama, menyenangkan, saling menunjang dan lain-lain.

Fungsi dan tujuan yaitu agar proses pembelajaran lebih produktif dan bermakna. Penemuan makna merupakan tujuan dan cirri utama pembelajaran kontekstual. Makna sering diartikan sebagai arti penting dari sesuatu atau maksud dari apa yang diterima. Hal itu dapat dicapai melalui prosedur pembelajaran yang tepat dan sistematis sesuai dengan langkah-langkah dalam pembelajaran kontekstual. Sedangkan penerapan teori belajar kontekstual dapat dilakukan dengan mengacu pada tujuh komponen pembelajaran kontekstual yaitu: konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi dan penilaian sebenarnya. Selain itu, teori ini sebagaimana teori-teori yang lain, tidak terlepas dari kelebihan dan kelemahan.

B.     Saran
Artikel ini ditulis secara sederhana agar lebih komunikatif dan dapat dinikmati oleh banyak kalangan. Akan tetapi, fokus utama artikel ini lebih pada pembelajaran agama (PAI), karena ini salah satu tugas kuliah yang mengharuskan contoh yang diungkapkan sinkron dengan prodi yang penulis tekuni. Jadi, bagi pembaca yang budiman, tentu akan sangat kaya pemahaman jika artikel ini dilengkapi dengan contoh konkrit dari seluruh mata pelajaran.




DAFTAR PUSTAKA

Al-Tabany, Trianto Ibnu Badar. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif, dan Kontekstual: Konsep, Landasan, dan Implementasi pada Kurikulum 2013 (Kurikulum Tematik integrative / KTI), Jakarta: Prenadamedia Group, 2014.
Gurawan, Heri. Kurikulum dan Pembelajaran Pendidikan Islam, Bandung: Alfabeta, 2013.
Hamdani. Strategi Pembelajaran, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2011.
Hamruni. Strategi Pembelajaran, Yogyakarta: Insan Madani, 2012.
Komalasari, Kokom. Pembelajaran Kontekstual: Konsep dan Aplikasi, Bandung: PT. Refika Aditama, 2013.
Kunandar. Guru Profesional: Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011.
Majid, Abdul. Strategi Pembelajaran, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013.
Mulyasa. Guru dalam Implementasi Kurikulum 2013, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2015.
Riyanto, Yatim. Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Referensi bagi Guru / Pendidik dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas, Jakarta: Kencana, 2014.
Rusman. Model-model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2013.
Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Prenada Media, 2011.
Shoimin, Aris. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014.
Solichin, M. Muchlis. Psikologi Pendidikan Berparadigma Konstruktivistik: Telaah Proses Perkembangan dan Proses Belajar disertai Model-Model Pembelajaran, Surabaya: Pustaka Radja, 2016.
Suprijono, Agus. Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi Paikem, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014.



[1] Kunandar, Guru Profesional: Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011), 310.
[2] Hamruni, Strategi Pembelajaran (Yogyakarta: Insan Madani, 2012), hlm. 135.
[3]Trianto Ibnu Badar al-Tabany, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif, dan Kontekstual: Konsep, Landasan, dan Implementasi pada Kurikulum 2013 (Kurikulum Tematik integrative/KTI) (Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), 19.
[4]Kokom Komalasari, Pembelajaran Kontekstual: Konsep dan Aplikasi (Bandung: PT. Refika Aditama, 2013), 3.
[5] Abdul Majid, Strategi Pembelajaran (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013), 228.
[6] Rusman, Model-model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2013), 189.
[7] Komalasari, Pembelajaran Kontekstual, 6.
[8] Agus Suprijono, Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi Paikem (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014), 82.
[9] Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Jakarta: Prenada Media, 2011), 262.
[10] Aris Shoimin, 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013 (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), 42.
[11] Mulyasa, Guru dalam Implementasi Kurikulum 2013 (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2015), 50.
[12] Heri Gurawan, Kurikulum dan Pembelajaran Pendidikan Islam (Bandung: Alfabeta, 2013), 153.
[13] Hamdani, Strategi Pembelajaran (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2011), 18.
[14] Majid, Belajar dan Pembelajaran, 179.
[15] Shoimin, 68 Model Pembelajaran Inovatif, 43.
[16] Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Referensi bagi Guru / Pendidik dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas (Jakarta: Kencana, 2014), 168.
[17] Ibid., 174.
[18] Majid, Belajar dan Pembelajaran, 172-173.
[19]M. Muchlis Solichin, Psikologi Pendidikan Berparadigma Konstruktivistik: Telaah Proses Perkembangan dan Proses Belajar disertai Model-Model Pembelajaran (Surabaya: Pustaka Radja, 2016), 225-226.
[20]Shoimin, 68 Model Pembelajaran Inovatif, 44.

Posting Komentar

0 Komentar