Perjalanan Cinta Ali dan Aisyah



Judul Buku: Ali dan Aisyah

Penulis: Endang Kartini

Penerbit: Pustaka Ranggon

Cetakan: Desember 2017

Tebal: 450

ISBN: 978-602-18220-9-8

Peresensi: Bintu Assyatthie

 

Mengangkat tema percintaan dalam lingkungan pesantren, Endang Kartini dalam novel Ali dan Aisyah, telah berhasil menarasikannya dengan apik dan detail. Penggunaan bahasanya sangat komunikatif, sehingga novel ini bisa dinikmati oleh semua kalangan baik tua ataupun muda. Dalam satu sisi, tema ini lebih digandrungi oleh kaum remaja yang biasanya mudah baper alias terbawa perasaan dalam menghayati alur cerita cinta dua insan yang tak kunjung menyatu.  

Perjalanan cinta yang rumit, jalinan persahabatan yang kuat, sikap ta’dzim kepada guru, tanggung jawab santri, pengurus/ustadzah, menjadi mahasiswa dengan setumpuk tugas kuliah dari dosen, adalah suasana kehidupan pesantren yang penuh tantangan dan lika-liku persoalan dunia santri yang pelik namun menarik. Keterbatasan bersikap dalam lingkungan pesantren mengharuskan setiap penghuninya terampil memanage waktu agar semua rutinitas berjalan sebagaimana mestinya.

Novel yang berlatar pesantren di Madura ini, berkisah tentang asmara dua insan, yaitu Ali dan Aisyah. Ali adalah alumni pesantren tempat Aisyah belajar. Ia telah lama kepincut cinta kepadanya, sosok santri, pengurus/ustadzah, sekaligus mahasiswa di kampus putih yang dikenal anggun, cantik dan pintar. Di awal kisahnya, cinta Ali masih bertepuk sebelah tangan. Niat baik Ali untuk khitbah Aisyah ternyata ditolak dengan dalih masih ingin fokus kuliah. Aisyah kokoh memegang komitmen. Meski beberapa lelaki datang ingin meminangnya, ia tetap pada prinsipnya yang semula.

Ali adalah sosok pejuang yang pantang menyerah karena suatu penolakan. Cinta yang tumbuh dalam hatinya masih utuh. Desakan dari keluarganya untuk segera meminang sosok gadis sebagai tunangan kian tak terbendung, lebih-lebih saat sang ayah, yang ia panggil abah jatuh sakit. Sebelum ia berangkat melanjutkan studinya ke Moskow, ia diharuskan mengikat tali pertunangan terlebih dahulu. Akhirnya, jalan satu-satunya yang ditempuh oleh Ali ialah menemui kyai besar, pengasuh pesantren sebagai perantara menyampaikan niat khitbah-nya pada Aisyah.

Di sinilah, penolakan kedua Ali terima. Demi memenuhi permintaan keluarganya, Ali mengambil satu alternatif, yaitu meminta Aisyah untuk mencarikan calon tunangan yang tepat sebagai pendamping hidupnya. Akhirnya, Aisyah memilih Ustadzah Risma. Ali mengiyakan, meski cinta di dalam hatinya hanya untuk Aisyah.

Sifat introver dalam diri Aisyah menjadikan kisahnya dengan Ali tidak terungkap meski pada dua sahabat dekatnya, yaitu Ferly dan Diana. Hanya ada beberapa orang saja yang mengetahui kisah sebenarnya antara Ali, Aisyah dan Risma. Melihat ayahnya dan Risma, Ali merasa bersalah karena telah membohongi mereka. Untuk mengakhiri kisahnya dengan Aisyah, Ali mengirimkan buku catatan pribadinya kepada Aisyah. Buku itu berisi tentang curahan hatinya sejak awal cintanya berlabuh pada gadis cantik bernama Aisyah Ghevira Andini. Dari buku itulah ia baru menyadari kesungguhan cinta Ali untuknya.

Akhirnya, Ali berangkat menyisakan rindu di hati Risma dan mulai di menumbuhkan bibit-bibit cinta di hati Aisyah. Beberapa waktu kemudian, tanpa diduga buku catatan Ali itu ada di tangan Risma membuat semuanya terbongkar. Risma mengetahui apa yang selama ini dipendam dalam-dalam oleh Aisyah. Ia marah, sehingga mengakibatkan tali pertunangannya dengan Ali kandas di tengah jalan. Ayah Ali shok di saat Ali tengah mempersiapkan ujian akhir studinya di Moskow.

Tak ada jalan yang lurus dan mulus dalam setiap perjuangan. Hal ini juga dirasakan oleh Ali dalam memperjuangkan cinta Aisyah. Siapa yang menyangka, dengan penolakan berkali-kali dan bertunangan dengan orang lain, pada akhirnya Aisyahlah yang tetap mendampingi hidup Ali di masa depan.

Novel yang alur ceritanya happy ending ini memberikan kepuasan bagi pembaca yang ikut hanyut menikmati suka duka perjalanan cinta Ali yang penuh dengan semangat heroik untuk meluluhkan hati Aisyah. Kisah ini memberikan pelajaran bagi kita bahwa untuk sampai pada tujuan yang diinginkan harus melewati jalan terjal dan proses yang panjang. Berjuang dan berdoa adalah dua senjata yang tidak bisa dilepaskan begitu saja.

Namun, ada sedikit kelemahan yang saya temui dalam novel ini, yaitu kesalahan ketik pada beberapa halaman. Bagaimanapun ini juga penting untuk diperhatikan oleh penulis maupun editor. Selain itu, penyatuan cinta dalam ikatan perkawinan antara Ali dan Aisyah pada episode kedelapan, terkesan terlalu cepat, sehingga satu episode (episode kesembilan) yang hanya berisi tentang kisah bahagia rumah tangga Ali dan Aisyah menjadi kurang ada tantangannya. Konfliknya sudah selesai di episode sebelumnya. Padahal dalam cerita, konflik itulah yang memberikan daya pikat bagi setiap pembaca. 

Terlepas dari itu, Endang Kartini dalam novelnya ini telah memperkenalkan dunia pesantren yang tidak melulu soal salat berjamaah dan mengaji kitab, tetapi juga tentang kisah cinta santri yang pelik tapi menarik untuk dinikmati.

Posting Komentar

0 Komentar