Panorama alam selalu menawarkan keindahan yang
menarik untuk dinikmati. Alam dengan segala isinya adalah anugerah yang Tuhan
ciptakan untuk dilestarikan oleh umat manusia dengan penuh cinta dan ketulusan.
Begitu halnya keindahan alam yang terdapat di Totale, tepatnya di pojok timur
pulau Madura, Desa Lapa Laok Kecamatan Dungkek Kabupaten Sumenep. Ada dua
panorama alam yang masih asri di daerah Totale ini, yaitu pantai dan
sawah, yang dipagari cemara udang dan pohon kelapa.
Keindahan alam di Totale tidak hanya dijadikan tempat wisata
(nongkrong, ngopi dan bersenang-senang), tetapi juga sebagai tempat mata
pencaharian yang sangat bermanfaat untuk keberlangsungan hidup manusia.
Pantai dan sawah adalah tempat yang paling
menyenangkan bagi anak-anak untuk bermain. Di pantai, kalau air lagi surut
anak-anak gemar bermain aneka ragam mainan khas Madura khususnya Madura bagian
timur, seperti salodur, dam, buat rumah-rumahan dari pasir dan ada sebagian
anak yang menyempatkan waktunya untuk mengambil ce’e, talembu, lokan (sejenis
kerang laut) yang terdapat di batu-batu dan pasir yang masih basah. Beberapa
jenis kerang laut tersebut dapat dibuat lauk saat makan bersama keluarga.
Sementara di sawah,
biasanya anak-anak senang bermain layang-layang dan seringkali menikmati
kicauan burung yang tiba-tiba saja hinggap di dahan pohon dan di rumput-rumput.
Kebiasaan-kebiasaan itu sejatinya harus
dipertahankan, diindahkan dan dilestarikan. Karena selain menjadi tempat untuk
menghibur diri, alam dengan segala keindahannya dapat dijadikan sebagai ruang
pengabdian kita kepada para leluhur yang senantiasa menjaga dan memelihara alam
dengan penuh tanggung jawab. Sehingga, kita tidak hanya dapat menikmati alam
semesta yang kaya dengan panorama, namun juga dapat memahami pesan-pesan Tuhan
yang bertaburan di setiap ciptaanNya. Maka dari itu, jagad raya ini adalah
sekolah kita, tempat kita mendapatkan ilmu dan mengamalkannya.
Alam Totale sebagai Wisata Belajar
Berkumpul dengan sesama anak-anak pesisir memberikan
kebahagiaan tersendiri di hati saya. Kebersamaan kami membentuk suatu komunitas
yang saling melengkapi satu sama lain. Ikatan persaudaraan yang terbentuk secara
alami membawa kami pada kehidupan sejati: saling berbagi dengan hati yang
selalu tersenyum. Kebersamaan yang terjalin harmonis, kami isi dengan
kegiatan-kegiatan sederhana dalam rangka menumbuhkan dan meningkatkan keakraban
kami terhadap alam sekitar. Keakraban inilah yang mendasari sikap cinta dan
senantiasa memelihara kelestarian alam agar tetap asri seperti sedia kala.
Pantai dan sawah menjadi objek tempat yang kami
pilih sebagai wisata belajar anak pesisir, khususnya di Totale. Karena sebagai
wisata, tentu kedua tempat itu menjadi tempat yang sangat menyenangkan dan
memotivasi kita untuk sering mengunjunginya. Motivasi ini yang senantiasa
mendorong seseorang untuk giat dalam segala aktivitas. Maka, belajar yang
menjadi ruh dalam setiap kebersamaan yang dibangun, akan mengalir dengan jiwa merdeka
dan berlimpah kegembiraan. Tak ayal, jika pantai dan sawah memberikan banyak informasi
yang bermanfaat, salah satunya tentang pentingya merawat keasrian alam dan
menjaga keutuhan mata pencaharian.
Kegiatan yang kami lakukan tak ubahnya taman
bermain yang setiap saat selalu menghadiahkan gelak tawa yang membahagiakan. Beda
halnya dengan sekolah-sekolah formal yang mengajari anak didiknya dengan materi-materi
yang sudah tertera dalam setiap buku pelajaran. Sedangkan materi kami adalah
segala sesuatu yang ada di alam. Pernah suatu hari, saya mengajak anak-anak
untuk memperhatikan sebuah batu karang yang sesekali dihantam ombak dengan
begitu dahsyatnya. Saya menginginkan anak-anak terbiasa berpikir tentang segala
peristiwa termasuk perihal batu karang itu. Barangkali memang tidak ada artinya
bagi sebagian orang yang hanya melihat dengan mata tanpa melibatkan akal dan hati
mereka.
“Batu karang adalah simbol keteguhan hati, pantang
menyerah dan memaklumi bahwa masalah adalah bagian yang tak terpisahkan dari
kehidupan”,
teriak Dina, anak manis yang
giat belajar, memberikan jawaban yang menyentuh hati saya. Pelan-pelan mereka
sudah mulai bisa melihat dan mendengar pesan-pesan Tuhan yang berserakan di
alamNya. Di sini, saya hanya berusaha memperkenalkan kepada mereka tentang
segala simbol-simbol yang Tuhan ciptakan di setiap perjalanan hidupnya. Dengan
demikian, mereka bisa menyadari keagungan Tuhan dan kemurahan nikmatNya.
Generasi Pecinta Alam
Suatu hari, saya mendengar seorang bapak tua
berkata pada anak tunggalnya yang sudah menginjak dewasa: “Nak, bapak punya
banyak petak sawah yang biasa bapak tanami padi di musim hujan dan semangka di
musim kemarau. Saat ini, bapak sudah tua, rasanya tidak mungkin jika bapak
bekerja seperti semula. Bapak serahkan sawah-sawah itu kepadamu, Nak. Bapak
berharap kamu menerimanya dengan tulus!”.
Si anak diam dengan raut wajah bingung, layaknya
menyimpan beban berat. Sontak timbuk pertanyaan dipikiran saya: Apa yang sebenarnya
dipikirkan oleh si anak, kenapa justru kebingunan yang tampak diwajahnya?
Bukankah ketika seseorang mendapatkan sebagian atau seluruh kekayaan dari orang
tua, ia akan merasa senang?. Inilah yang perlu ditelusuri agar dapat memahami
‘makna’ dari setiap peristiwa. Karena, seperti sebuah dalih: kebermaknaan dari
segala sesuatu, tergantung bagaimana kita menciptakannya.
Cerita di atas cukup menggugah hati saya. Ini
terkait erat dengan prinsip seseorang: di saat kita menerima, sejatinya pada
waktu yang bersamaan kita bersedia menjaga dan merawatnya. Prinsip ini, cakupannya
cukup luas, dapat dipahami dalam berbagai elemen kehidupan baik pendidikan,
politik, ekonomi dan seterusnya. Misalnya, kita menerima menjadi guru, maka
secara implisit kita siap dengan segala tanggung jawab yang dipikul oleh figur
seorang guru. Sama halnya dengan seorang pemimpin yang harus rela melayani
rakyat sebagai wujud dari tanggung jawabnya.
Makna substansi itu yang seringkali kurang diperhatikan
banyak orang, sehingga segala sesuatu yang ia terima, bayangan utama yang ada
dalam pikirannya ialah uang yang berlimpah, rumah yang megah dan mobil yang
mewah. Bukan menjadi persoalan penting apabila tanah yang diterima berganti hak
milik para investor.
Tanah ini milik kita sebagai tanah sangkolan
dari para leluhur. Karena sebagai sangkolan, maka sangat wajar apabila
kita dituntut untuk menjaga dan merawat dengan sebaik-bainya. Namun, perlu
diketahui bahwa sumber lahirnya sikap tanggung jawab dalam diri setiap orang
adalah cinta: cinta yang tulus tanpa campur baur kerakusan. Pecinta alam adalah
salah satu target yang ingin saya capai dalam setiap kegiatan yang saya lakukan
bersama anak-anak. Karena, semakin banyak orang yang mencintai alam, maka
semakin banyak pula orang yang bersikeras menjaga dan memelihara kemurniannya.
Maka dari itu, saya mengajak anak-anak pesisir
tempat saya mengabdi sehidup semati, untuk ikut menjaga alam dari tangan
orang-orang yang apatis terhadap kelestariannya. Kegiatan sederhana yang kami
lakukan kian hari semakin memupuk kecintaan anak-anak pada lingkungan sekitar
tempat kami tinggal. Rasa cinta itulah yang menjadikan alam semesta ini sebagai
amanah yang harus dilindungi dari segala marabahaya.
0 Komentar